Minggu, 13 November 2016
Sabtu, 05 November 2016
pantun. sman 1 mengkendek
BAHASA INDONESIA
DISUSUN
O
L
E
H
REXSY DWIANTO DUA LEMBANG
KELAS:X.3
TUGAS
1. Mencari karya sastra puisi
lama:
A) Pantun
B) Syair
C) Talibun
D) Karmina
E) Gurindam
2. Mecari masing-masing prosa
lama:
A) Ikayat
B) Semua dongeng
~ sage
~ mite
~ fabel
~ legenda
C) Cerita rakyat Toraja
1. Karya sastra
puisi lama:
2.PANTUN
1.
Pergi ke sawah menanam padi
Sawah dibajak dengan sapi
Jadi anak yang baik hati
Tentu tahu balas budi
2.
Menanam kelapa di pulau Bukum
Tinggi sedepa sudah berbuah
Adat bermula dengan hukum
Hukum bersandar dengan kitabullah
3.
Adat Melayu bersendi syarak
Syarak bersendi kitabullah
Bermanfaat ilmu karena dipinak
Diamalkan menurut ajaran Allah
4.
Kelapa gading buahnya banyak
Lebat berjurai dipangkal pelepah
Bila berunding sesama bijak
Kusut selesai sengketa pun sudah
5.
Apalah tanda bintang nipah
Tumbuh di pantai banyak pelepah
Apalah tanda orang bertuan
Elok perangai hati pun redah
3.
SYAIR
1.
Untuk Masa Depan
Dengarlah wahai anak kanda
Rajinlah belajar sepanjang masa
Ilmu tiada pernah habis
Sebagai bekal sepanjang masa
Dengan ilmu engkau terjaga
Dari suramnya waktu dan masa
Cemerlang akan senantiasa
Menyinari dirimu di masa dewasa
2.Semangat Belajar
Belajar haruslah semangat
Rajin tekun serta giat
Agar
ilmu mudah didapat
Masa
depan semakin dekat
Ilmu
didapat tiada cepat
Mesti sabar
hatinya kuat
Moga tuhan
berikan rahmat
Maka jaga hati
serta niat
3.Sopan Santun
Berkatalah
dengan sopan
Jagalah setiap
ucapan
Agar engkau
menjadi idaman
Setiap orang
merasa nyaman
Jagalah satiap
tindakan
Agar cerah masa
depan
Hidup bahagia
dan mapan
Indah bagai
dalam taman
4.Tanda Yang Baik
Apa tanda orang
beriman
Akhlaknya baik
amat budinya
Sopan dalam
segala ucapan
Lembut dalam
segala tindakan
Apa tanda dalam
iman
Tiada sempit
hatinya lapang
Tiadah gundah
hatinya tenang
Dalam kalbu
bercahaya terang
Apalah tanda
iman
Kerjanya sedikit
tanpa kesibukan
Rezekinya datang
bercucuran
Hatinya tentram
idupnyaa bercukupan
5.Nasehat Untuk Pelajar
Ingatlah wahai
teman pelajar
Apa yang hendak
kau kejar
Benih apa yang
hendak kau tebar
Baik dan buruk
menjadi kabar
Hidup ini
mempunyai dua jalan
Jalan yang kiri
dan kanan
Neraka dan surga
adalah tujuan
Langkamu kemana
kau arahkan
Semua jalan
janjikan kesenangan
Kesenangan dari
Allah atau dari setan
Semua itu adalah
pilihan
Keputusan ada di
tangan
Pelajarilah
olehmu ilmu kehidupan
Agar tak
bersalah langkah dan jalan
Pelajarilah
olehmu sejarah kehidupan
Ambil hikmat dan
pelajaran
Lihat bagaimana
raja Firaun
Istana mewah ia
bangun
Meraja lelah bertahun-tahun
Bentengan
bersuhun-suhun
Tetapi ia
langgar aturan
Aturan tuhan
yang menciptakan
Laknat pun
ditimpakan
Agar manusia
mengambil pelajaran
Carilah ilmu
untuk duniamu
Tempat kehidupan
saat ini
Carilah ilmu
akhiratmu
Tempat kembalimu
di hari nanti
Jika pelajar
jangan malas-malasan
Gunakan waktu
untuk kebikan
Masa mudamu
jangan sia-ssiakan
Agar nanti tidak
menyesal
Di masa muda
bekerja keras
Peluh dan
keringat bagai diperas
Agar hidup tiada
memelas
Punya rumah ada
beras
Dengan teman
saling membantu
Agar ringan
beban hidupmu
Jangan ada
perselisihan diantaramu
Agar bisa bahu
membahu
4.
TALIBUN
1. Dikala hujan
turun di telaga
Menarilah
semua katak bersama-sama
Didalam
air yang mengalir di tempat
Jika
hendak hidup sempurna
Perbanyaklah
amal untuk semua
Tinggal
semua perbuatan maksiat
2. Mencari udang
hingga ke dalam celana
Udang
hilang tak tahu rimbanya
Meninggalkan
bekas luka tak seberapa
Tiada
hari tanpa merana
Memikirkan
adik yang tak jelas hidupnya
Membuat
abang tak lagi menyapa
3. Di kolam
menangkap angsa
Angsa
diikat oleh orang tua
Orang
tua membacakan narasi
Narasi
tentang pulau sumatera
Meski
berbeda suku dan bangsa
Warna
kulit berbeda jua
Jagalah
persatuan dan toleransi
Agar
hidup menjadi damai sejahtera
4. Duduk berpangku
dibulan purnama
Anak
tertawa bulan berjudi
Tak
ada yang berkuasa
Menangkap
senja yang terjerat
Anak
didik ilmu agama
Agar
menjadi orang berbudi
Tak
pernah berbuat dosa
Orang
tua pun selamat dari akhirat
5. Jalan-jalan ke
kota Jeddah
Singgah
dahulu membeli buah kurma
Buah
kurma dibungkus kulitnya
Dibungkus
dengan pantun jenaka
Hidup
di dunia hendaknya beribadah
Menjalankan
pemerintahan agama
Menjadi
larangannya
Agar
mendapat surga tak masuk naraka
5.
KARMINA
1. Sudah gaharu
candana pula
Sudah
tahu bertanya pula
2. Kura-kura dalam
perahu
Pura-pura
tidak tahu
3. Kura-kura dalam
perahu
Cantik
itu yang baik hati
4. Ada jelaga di
kereta
Mata
terjaga hati tertawa
5. Dahulu ketan
sekarang ketupat
Dahulu
preman sekarang ustadz
5.GURINDAM
1. Ketika mudah
giat belajar
Masa
tua menjadi pengajar
2. Apabila terpelihara
kuping
Kabar
yang jahat tiadalah damping
Apabila
terpelihara lidah
Nescaya
dapat dari padanya faedah
3. Bila punya sifat
kikir
Sanak
saudara akan menyingkir
Apabila
sudah mencintai
Maka
cepatlah berumah tangga
Bila
semua menuntut ilmu
Tiada
manusia suka menipu
4. Kejahatan diri
sembunyikan
Kebaikan
diri dinamakan
Kebaikan
orang jangan dibuka
Kebaikan
diri hendaknya sangka
5. Pekerjaan marah
jangan dibela
Nanti
hilang akal di kepala
2.Prosa lama:
1. HIKAYAT
Pada zaman dahulu, tersebutlah ada seorang kakek yang cukup disegani. Ia
dikenal takut kepada Allah, gandrung pada kebenaran, beribadah wajib setiap
waktu, menjaga salat lima waktu dan selalu mengusahakan membaca Al-Qur’an pagi
dan petang. Selain dikenal alim dan taat, ia juga terkenal berotot kuat dan
berotak encer. Ia punya banyak hal yang menyebabkannya tetap mampu menjaga
potensi itu.
Suatu hari, ia sedang duduk di tempat kerjanya sembari menghisap rokok dengan nikmatnya (sesuai kebiasaan masa itu). Tangan kanannya memegang tasbih yang senantiasa berputar setiap waktu di tangannya. Tiba-tiba seekor ular besar menghampirinya dengan tergopoh-gopoh. Rupanya, ular itu sedang mencoba menghindar dari kejaran seorang laki-laki yang (kemudian datang menyusulnya) membawa tongkat.
Suatu hari, ia sedang duduk di tempat kerjanya sembari menghisap rokok dengan nikmatnya (sesuai kebiasaan masa itu). Tangan kanannya memegang tasbih yang senantiasa berputar setiap waktu di tangannya. Tiba-tiba seekor ular besar menghampirinya dengan tergopoh-gopoh. Rupanya, ular itu sedang mencoba menghindar dari kejaran seorang laki-laki yang (kemudian datang menyusulnya) membawa tongkat.
“Kek,” panggil ular itu benar-benar memelas, “kakek kan terkenal suka
menolong. Tolonglah saya, selamatkanlah saya agar tidak dibunuh oleh laki-laki
yang sedang mengejar saya itu. Ia pasti membunuh saya begitu berhasil menangkap
saya. Tentunya, kamu baik sekali jika mau membuka mulut lebar-lebar supaya saya
dapat bersembunyi di dalamnya. Demi Allah dan demi ayah kakek, saya mohon,
kabulkanlah permintaan saya ini.”
“Ulangi sumpahmu sekali lagi,” pinta si kakek. “Takutnya, setelah mulutku
kubuka, kamu masuk ke dalamnya dan selamat, budi baikku kamu balas dengan
keculasan. Setelah selamat, jangan-jangan kamu malah mencelakai saya.”
Ular mengucapkan sumpah atas nama Allah bahwa ia takkan melakukan itu
sekali lagi. Usai ular mengucapkan sumpahnya, kakek pun membuka mulutnya
sekira-kira dapat untuk ular itu masuk.
Sejurus kemudian, datanglah seorang pria dengan tongkat di tangan. Ia
menanyakan keberadaan ular yang hendak dibunuhnya itu. Kakek mengaku bahwa ia
tak melihat ular yang ditanyakannya dan tak tahu di mana ular itu berada. Tak
berhasil menemukan apa yang dicarinya, pria itu pun pergi.
Setelah pria itu berada agak jauh, kakek
lalu berbicara kepada ular: “Kini, kamu aman. Keluarlah dari mulutku, agar aku
dapat pergi sekarang.”
Ular itu hanya menyembulkan kepalanya sedikit, lalu berujar: “Hmm, kamu
mengira sudah mengenal lingkunganmu dengan baik, bisa membedakan mana orang
jahat dan mana orang baik, mana yang berbahaya bagimu dan mana yang berguna.
Padahal, kamu tak tahu apa-apa. Kamu bahkan tak bisa membedakan antara makhluk
hidup dan benda mati.”
“Buktinya kamu biarkan saja musuhmu masuk ke mulutmu, padahal semua orang
tahu bahwa ia ingin membunuhmu setiap ada kesempatan. Sekarang kuberi kamu dua
pilihan, terserah kamu memilih yang mana; mau kumakan hatimu atau kumakan
jantungmu? Kedua-duanya sama-sama membuatmu sekarat.” Kontan ular itu
mengancam.
“La haula wa la quwwata illa billahi al`aliyyi al-`azhim [tiada daya dan
kekuatan kecuali bersama Allah yang Maha Tinggi dan Agung] (ungkapan geram),
bukankah aku telah menyelamatkanmu, tetapi sekarang aku pula yang hendak kamu
bunuh? Terserah kepada Allah Yang Esa sajalah. Dia cukup bagiku, sebagai
penolong terbaik.” Sejurus kemudian kakek itu tampak terpaku, shok dengan
kejadian yang tak pernah ia duga sebelumnya, perbuatan baiknya berbuah
penyesalan.
Kakek itu akhirnya kembali bersuara, “Sebejat apapun kamu, tentu kamu belum
lupa pada sambutanku yang bersahabat. Sebelum kamu benar-benar membunuhku,
izinkan aku pergi ke suatu tempat yang lapang. Di sana ada sebatang pohon
tempatku biasa berteduh. Aku ingin mati di sana supaya jauh dari keluargaku.”
Ular mengabulkan permintaannya. Namun, di dalam hatinya, orang tua itu
berharap, “Oh, andai Tuhan mengirim orang pandai yang dapat mengeluarkan ular
jahat ini dan menyelamatkanku.”
Setelah sampai dan bernaung di bawah pohon yang dituju, ia berujar pada
sang ular: “Sekarang, silakan lakukanlah keinginanmu. Laksanakanlah rencanamu.
Bunuhlah aku seperti yang kamu inginkan.”
Tiba-tiba ia mendengar sebuah suara yang mengalun merdu tertuju padanya:
“Wahai Kakek yang baik budi, penyantun dan pemurah. Wahai orang yang baik rekam jejaknya, ketulusan dan niat hatimu yang suci telah menyebabkan musuhmu dapat masuk ke dalam tubuhmu, sedangkan kamu tak punya cara untuk mengeluarkannya kembali. Cobalah engkau pandang pohon ini. Ambil daunnnya beberapa lembar lalu makan. Moga Allah sentiasa membantumu.”
“Wahai Kakek yang baik budi, penyantun dan pemurah. Wahai orang yang baik rekam jejaknya, ketulusan dan niat hatimu yang suci telah menyebabkan musuhmu dapat masuk ke dalam tubuhmu, sedangkan kamu tak punya cara untuk mengeluarkannya kembali. Cobalah engkau pandang pohon ini. Ambil daunnnya beberapa lembar lalu makan. Moga Allah sentiasa membantumu.”
Anjuran itu kemudian ia amalkan dengan baik sehingga ketika keluar dari
mulutnya ular itu telah menjadi bangkai. Maka bebas dan selamatlah kakek itu
dari bahaya musuh yang mengancam hidupnya. Kakek itu girang bukan main sehingga
berujar, “Suara siapakah yang tadi saya dengar sehingga saya dapat selamat?”
Suara itu menyahut bahwa dia adalah seorang penolong bagi setiap pelaku
kebajikan dan berhati mulia. Suara itu berujar, “Saya tahu kamu dizalimi, maka
atas izin Zat Yang Maha Hidup dan Maha Berdiri Sendiri (Allah) saya datang
menyelamatkanmu.”
Kakek bersujud seketika, tanda syukurnya
kepada Tuhan yang telah memberi pertolongan dengan mengirimkan seorang juru
penyelamat untuknya.”
Di akhir ceritanya, si Saudi berpesan:
“Waspadalah terhadap setiap fitnah dan dengki karena sekecil apapun musuhmu, ia pasti dapat mengganggumu. Orang jahat tidak akan pernah menang karena prilakunya yang jahat.”
“Waspadalah terhadap setiap fitnah dan dengki karena sekecil apapun musuhmu, ia pasti dapat mengganggumu. Orang jahat tidak akan pernah menang karena prilakunya yang jahat.”
Kemudian si Saudi memelukku dan memeluk anakku. Pada istriku dia
mengucapkan selamat tinggal. Ia berangkat meninggalkan kami. Hanya Allah yang
tahu betapa sedihnya kami karena berpisah dengannya. Kami menyadari sepenuhnya
perannya dalam menyelamatkan kami dari lumpur kemiskinan sehingga menjadi
kaya-raya.
Namun, belum beberapa hari dia pergi, aku sudah mulai berubah. Satu persatu
nasehatnya kuabaikan. Hikmah-hikmah Sulaiman dan pesan-pesannya mulai
kulupakan. Aku mulai menenggelamkan diri dalam lautan maksiat, bersenang-senang
dan mabuk-mabukan. Aku menjadi suka menghambur-hamburkan uang.
Akibatnya, para tetangga menjadi cemburu. Mereka iri melihat hartaku yang
begitu banyak. Mengingat mereka tidak tahu sumber pendapatanku, mereka lalu
mengadukanku kepada kepala kampung. Kepala kampung memanggilku dan menanyakan
dari mana asal kekayaanku. Dia juga memintaku untuk membayarkan uang dalam
jumlah yang cukup besar sebagai pajak, tetapi aku menolak. Ia memaksaku untuk
mematuhi perintahnya seraya menebar ancaman.
Setelah membayar begitu banyak sehingga yang tersisa dari hartaku tak
seberapa, suatu kali bayaranku berkurang dari biasanya. Dia pun marah dan
menyuruh orang untuk mencambukku. Kemudian ia menjebloskan aku ke penjara.
Sudah tiga tahun lamanya saya mendekam di penjara ini, merasakan berbagai aneka
penyiksaan. Tak sedetikpun saya lewatkan kecuali saya meminta kepada Zat yang
menghamparkan bumi ini dan menjadikan langit begitu tinggi agar segera
melepaskan saya dari penjara yang gelap ini dan memulangkan saya pada isteri
dan anak-anak saya.
Namun, tentu saja, saya takkan dapat keluar tanpa budi baik dari Baginda
Rasyid, Baginda yang agung dan menghukum dengan penuh pertimbangan.
Khalifah menjadi terkejut dan sedih mendengar ceritanya. Khalifah pun
memerintahkan agar ia dibebaskan dan dibekali sedikit uang pengganti dari
kerugian yang telah ia derita dan kehinaan yang dialaminya. Ia pun memanjatkan
doa dengan khusyu kepada Allah, satu-satunya Dzat yang disembah, agar Khalifah
Amirul Mukminin senantiasa bermarwah dan berbahagia, selama matahari masih
terbit dan selama burung masih berkicau.
Para napi di penjara Baghdad semakin banyak mendoakan agar Khalifah berumur
panjang setelah Khalifah meninggalkan harta yang cukup banyak buat mereka.
Khalifah lalu kembali ke istananya yang terletak di pinggir sungai Tigris.
Di istana telah menunggu siti Zubaidah. Khalifah lalu menceritakan apa yang
sudah dilakukannya, Zubaidah pun senang mendengarnya. Ia mengucapkan terima
kasih dan memuji Khalifah karena telah berbuat baik. Zubaidah juga mendoakan
agar Khalifah panjang umur.
2.Semua
dongeng:
A.SAGE
CAADARA
CERITA RAKYAT IRIAN JAYA
Suatu saat, hiduplah seorang panglima perang bernama Wire. Ia tinggal di desa Kramuderu. Ia mempunyai seorang anak laki-laki bernama Caadara.
Sejak kecil Caadara dilatih ilmu perang dan bela diri oleh ayahnya. Wire berharap, kelak anaknya bisa menggantikannya sebagai panglima perang yang tangguh.
Sejak kecil Caadara dilatih ilmu perang dan bela diri oleh ayahnya. Wire berharap, kelak anaknya bisa menggantikannya sebagai panglima perang yang tangguh.
Tahun berganti. Caadara tumbuh menjadi pemuda yang gagah. Caadara juga tangkas dan cakap. Wire ingin menguji kemampuan anaknya. Karena itulah ia menyuruh pemuda itu berburu di hutan.Caadara mengumpulkan teman-temannya. Lalu mereka berangkat berburu. Mereka berjalan melewati jalan setapak dan semak belukar. Di hutan mereka menemui banyak binatang. Mereka berhasil menombak beberapa binatang.
Dari hari pertama sampai hari keenam, tak ada rintangan yang berarti untuk Caadara dan anak buahnya. Tapi esok harinya mereka melihat anjing pemburu. Kedatangan anjing itu menandakan bahaya yang akan mengancam.
Caadara dan anak buahnya segera siaga. Mereka menyiapkan busur, anak panah, kayu pemukul, dan beberapa peralatan perang. Mereka waspada.
Tiba-tiba terdengar pekikan keras. Sungguh menakutkan! Anak buah Caadara ketakutan. Tapi Caadara segera menyuruh mereka membuat benteng pertahanan. Mereka menuju tanah lapang berumput tinggi. Tempat itu penuh semak belukar. Di sana mereka membangun benteng untuk menangkis serangan musuh.
Tiba-tiba muncullah 50 orang suku Kuala. Mereka berteriak dan menyerang Caadara dan anak buahnya. Tongkat dan tombak saling beradu. Sungguh pertempuran yang seru. Caadara tidak gentar. Ia memimpin pertempuran dengan semangat tinggi. Padahal jumlah anak buahnya tak sebanding dengan jumlah musuh.
Caadara dan anak buahnya segera siaga. Mereka menyiapkan busur, anak panah, kayu pemukul, dan beberapa peralatan perang. Mereka waspada.
Tiba-tiba terdengar pekikan keras. Sungguh menakutkan! Anak buah Caadara ketakutan. Tapi Caadara segera menyuruh mereka membuat benteng pertahanan. Mereka menuju tanah lapang berumput tinggi. Tempat itu penuh semak belukar. Di sana mereka membangun benteng untuk menangkis serangan musuh.
Tiba-tiba muncullah 50 orang suku Kuala. Mereka berteriak dan menyerang Caadara dan anak buahnya. Tongkat dan tombak saling beradu. Sungguh pertempuran yang seru. Caadara tidak gentar. Ia memimpin pertempuran dengan semangat tinggi. Padahal jumlah anak buahnya tak sebanding dengan jumlah musuh.
Caadara berhasil merobohkan banyak musuh. Sedangkan musuh yang tersisa melarikan diri.
Betapa kagumnya teman-teman Caadara melihat anak panglima perang Wire. Mereka segan dan kagum padanya. Mereka pulang sambil mengelu-elukan Caadara.Kampung gempar dibuatnya. Wire sungguh bangga. Ia juga terharu sehingga berlinang air mata. Tak sia-sia latihan yang diberikan pada Caadara.
Kampung gempar mendengarnya. Ayahnya terharu dan berlinang air mata. Pesta malam hari pun diadakan. Persiapan menyerang suku Kuala pun diadakan, karena mereka telah menyerang Caadara.
Betapa kagumnya teman-teman Caadara melihat anak panglima perang Wire. Mereka segan dan kagum padanya. Mereka pulang sambil mengelu-elukan Caadara.Kampung gempar dibuatnya. Wire sungguh bangga. Ia juga terharu sehingga berlinang air mata. Tak sia-sia latihan yang diberikan pada Caadara.
Kampung gempar mendengarnya. Ayahnya terharu dan berlinang air mata. Pesta malam hari pun diadakan. Persiapan menyerang suku Kuala pun diadakan, karena mereka telah menyerang Caadara.
Esok harinya, Caadara diberi anugerah berupa kalung gigi binatang, bulu kasuari yang dirangkai indah, dengan bulu cendrawasih di tengahnya.Kemudian masyarakat desa mempelajari Caadara Ura, yaitu taktik perang Caadara. Taktik itu berupa melempar senjata, berlari, menyerbu dengan senjata, seni silat jarak dekat, dan cara menahan lemparan kayu. Nama Caadara kemudian tetap harum. Ia dikenal sebagai pahlawan dari desa itu
B.MITE
* Anak gadis dilarang keras makan di depan pintu, katanya bisa batal dilamar orang alias balik kucing. (ini mitosnya). Kalau dipikir-pikir memang tidak pantas makan di depan pintu, fungsi pintu hanya untuk jalan keluar masuk saja. Kalau memang makan ya di ruang makan atau ditempatyang layak untuk makan. Hubungan dengan yang nglamar balik lagi apa ya ? otomatis balik, semua cowok pasti pengen calon istri yang punya sopan santun, lah kalau makannya di depan pintu dan berdiri pasti ilfeel (ntar disangka kuda, kan makannya kuda berdiri). Karena itu ga jadi nglamar.
* Mitos lain, calon pengantin perempuan dilarang keras keramas ketika dekat hari H kenapa ? katanya supaya tidak turun hujan deras ketika resepsi berlangsung yang bisa mengacaukan acara. Masuk akal tidak ya ? keramas dan hujan ? logikanya kenapa calo pengantin perempuan dilarang membasahi rambutnya (keramas) karena kata penata rias pengantin, kalau rambut yang akan disanggul itu di keramasi maka tekstur rambut jadi halus dan lembek ini menyulitkan si penata rambut memasang sanggul. Jadi ketika hari H si calon pengantin tidak boleh keramas supaya lebih mudah disasak dan dipasang sanggul. (kalau aku mah kerudungan aja pas nikah, biar bisa keramas sesukaku hehehe) urusan hujan cuekin aja, cari bulan nikahnya dimusim kemarau biar ga keujanan.
* Kalau nyapu harus sampai tuntas jangan dikumpulin dipojokan, nanti biar rejekinya tidak mampet (ini mitosnya). Kalau dimarahin sama Ibu, Nenek, atau buyut kamu soal ini jangan marah dulu, pikirin aja yang masuk akal, yang disapu pasti kotoran dan debu kan ? kalau terlalu lama dikumpulin di pojokan setiap kamu nyapu jadinya rumah atau kamar kamu bakal kotor, kalau keadaan kotor pasti bikin malas. Jadinya tidak bisa melakukan sesuatu hal yang bisa menguntungkan, misalnya gara-gara kamar kotor malas belajar bisa jadi kan, akhirnya rejeki baik untuk dapat nilai bagus terhambat kan ? anggap saja begitu.
* Seorang Ayah yang pulang kerja, ketika punya baby harus ke kamar mandi dulu untuk cuci tangan dan kaki, katanya supaya setan dari luar yang ikit di badan si Ayah tidak menakuti bayinya. Logika untuk itos ini mudah saja tentu saja orang yang pulang kerja lewat jalan yang penuh dengan debu dan kotoran, belum lagi kalau macet dan asap kendaraan menempel di baju. Bayi yang baru lahir belum memiliki anti body yang kuat jadi rentann terkena berbagai macam penyakit. Debu dan kotoran yang menempel di baju si Ayah ialah sarang kuman dan virus, jadi harus dihilangkan dulu dengan cara cuci tangan dan kaki, lebih baik lagi kalau mandi dulu, baru timang-timang anak tersayang.
* Kalau nyapu harus sampai tuntas jangan dikumpulin dipojokan, nanti biar rejekinya tidak mampet (ini mitosnya). Kalau dimarahin sama Ibu, Nenek, atau buyut kamu soal ini jangan marah dulu, pikirin aja yang masuk akal, yang disapu pasti kotoran dan debu kan ? kalau terlalu lama dikumpulin di pojokan setiap kamu nyapu jadinya rumah atau kamar kamu bakal kotor, kalau keadaan kotor pasti bikin malas. Jadinya tidak bisa melakukan sesuatu hal yang bisa menguntungkan, misalnya gara-gara kamar kotor malas belajar bisa jadi kan, akhirnya rejeki baik untuk dapat nilai bagus terhambat kan ? anggap saja begitu.
* Seorang Ayah yang pulang kerja, ketika punya baby harus ke kamar mandi dulu untuk cuci tangan dan kaki, katanya supaya setan dari luar yang ikit di badan si Ayah tidak menakuti bayinya. Logika untuk itos ini mudah saja tentu saja orang yang pulang kerja lewat jalan yang penuh dengan debu dan kotoran, belum lagi kalau macet dan asap kendaraan menempel di baju. Bayi yang baru lahir belum memiliki anti body yang kuat jadi rentann terkena berbagai macam penyakit. Debu dan kotoran yang menempel di baju si Ayah ialah sarang kuman dan virus, jadi harus dihilangkan dulu dengan cara cuci tangan dan kaki, lebih baik lagi kalau mandi dulu, baru timang-timang anak tersayang.
C.LEGENDA
Nakal Anak Katak Hijau Yang
Dahulu kala di sebuah kolam yan luas tinggalah seekor anak katak hijau dan ibunya. Anak katak tersebut sangat nakal dan tidak pernah mengindahkan kata-kata ibunya. Jika ibunya menyuruhnya ke gunung, dia akan pergi ke laut. Jika ibunya menyuruhnya pergi ke timur, dia akan pergi ke barat. Pokoknya apapun yang diperintahkan ibunya, dia akan melakukan yang sebaliknya.
“Apa yang harus kulalukan pada anak ini” pikir ibu katak. “Kenapa dia tidak seperti anak-anak katak lain yang selalu menuruti kata orang tua mereka.”
Suatu hari si ibu berkata, “Nak, jangan pergi keluar rumah karena di luar sedang hujan deras. Nanti kau hanyut terbawa arus.”
Belum selelsai ibunya berbicara, anak katak tersebut sudah melompat keluar
ambil tertawa gembira,”hore…banjir aku akan bermain sepuasnya!”
Setiap hari ibu katak menasehati anaknya namun kelakuan anak katak itu bahkan semakin nakal saja. Hal itu membuat ibu katak murung dan sedih sehingga dia pun jatuh sakit. Semakin hari sakitnya semakin parah.
Suatu hari ketika dia merasa tubuhnya semakin lemah, ibu katak memanggil anaknya,”Anakku, kurasa hidupku tidak akan lama lagi. Jika aku mati, jangan kuburkan aku di atas gunung, kuburkanlah aku di tepi sungai.”
Ibu katak sebenarnya ingin dikubur di atas gunung, namun karena anaknya selalu melakukan yang sebaliknya, maka dia pun berpesan yang sebaliknya.
Akhirnya ibu katak pun meninggal. Anak katak itu menangis dan menangis menyesali kelakuannya, “Ibuku yang malang. Kenapa aku tidak pernah mau mendengarkan kata-katanya. Sekarang dia telah tiada, aku sudah membunuhnya.”
Anak katak tersebut lalu teringat pesan terakhir ibunya. “Aku selalu melakukan apapun yang dilarang ibuku. Sekarang untuk menebus kesalahanku, aku akan melakukan apa yang dipesan oleh ibu dengan sebaik-baiknya.”
Maka anak katak itu menguburkan ibunya di tepi sungai.
Beberapa minggu kemudian hujan turun dengan lebatnya, sehingga air sungai dimana anak katak itu menguburkan ibunya meluap. Si anak katak begitu khawatir kuburan ibunya akan tersapu oleh air sungai. Akhirnya dia memutuskan untuk pergi ke sungai dan mengawasinya.
Di tengah hujan yang lebat dia menangis dan menangis. “Kwong-kwong-kwong. Wahai sungai jangan bawa ibuku pergi!”
Dan anak katak hijau itu akan selalu pergi ke sungai dan menagis setiap hujan datang. Sejak itulah kenapa sampai saat ini kita selalu mendengar katak hijau menangis setiap hujan turun.
(SELESAI)
D.LEGENDA
Batu Menangis
Legenda Rakyat Kalimantan Barat
Darmi memandangi wajahnya lewat cermin yang tergantung di dinding kamarnya.
“Ah aku memang jelita,” katanya. “Lebih pantas bagiku untuk tinggal di istana raja daripada di gubuk reot seperti ini.”
Matanya memandang ke sekeliling ruangan. Hanya selembar kasur yang tidak empuk tempat dia tidur yang mengisi ruangan itu. Tidak ada meja hias yang sangat dia dambakan. Bahkan lemari untuk pakaian pun hanya sebuah peti bekas. Darmi mengeluh dalam hati.
“Ah aku memang jelita,” katanya. “Lebih pantas bagiku untuk tinggal di istana raja daripada di gubuk reot seperti ini.”
Matanya memandang ke sekeliling ruangan. Hanya selembar kasur yang tidak empuk tempat dia tidur yang mengisi ruangan itu. Tidak ada meja hias yang sangat dia dambakan. Bahkan lemari untuk pakaian pun hanya sebuah peti bekas. Darmi mengeluh dalam hati.
Darmi memang bukan anak orang kaya. Ibunya hanya seorang janda miskin. Untuk menghidupi mereka berdua, ibunya bekerja membanting tulang dari pagi hingga malam. Pekerjaan apapun dia lakukan. Mencari kayu bakar di hutan, menyabit rumput untuk pakan kambing tetangga, mencucikan baju orang lain, apapun dia kerjakan untuk bisa memperoleh upah. Sebaliknya Darmi adalah anak yang manja. Sedikit pun dia tidak iba melihat ibunya bekerja keras sepanjang hari. Bahkan dengan teganya dia memaksa ibunya untuk memberinya uang jika ada sesuatu yang ingin dibelinya.
“Ibu, ayo berikan uang padaku! Besok akan ada pesta di desa sebelah, aku harus pergi dengan memakai baju baru. Bajuku sudah usang semua,” katanya.
“Nak, kemarin kan kau baru beli baju baru. Pakailah yang itu saja. Lagipula uang ibu hanya cukup untuk makan kita dua hari. Nanti kalau kau pakai untuk membeli baju, kita tidak bisa makan nak!” kata ibunya mengiba.
“Alah itu kan urusan ibu buat cari uang lagi. Baju yang kemarin itu kan sudah aku pakai, malu dong pakai baju yang itu-itu lagi. Nanti apa kata orang! Sudahlah ayo berikan uangnya sekarang!” kata Darmi dengan kasar.
Terpaksa sang ibu memberikan uang yang diminta anaknya itu. Dia memang sangat sayang pada anak semata wayangnya itu.
“Ibu, ayo berikan uang padaku! Besok akan ada pesta di desa sebelah, aku harus pergi dengan memakai baju baru. Bajuku sudah usang semua,” katanya.
“Nak, kemarin kan kau baru beli baju baru. Pakailah yang itu saja. Lagipula uang ibu hanya cukup untuk makan kita dua hari. Nanti kalau kau pakai untuk membeli baju, kita tidak bisa makan nak!” kata ibunya mengiba.
“Alah itu kan urusan ibu buat cari uang lagi. Baju yang kemarin itu kan sudah aku pakai, malu dong pakai baju yang itu-itu lagi. Nanti apa kata orang! Sudahlah ayo berikan uangnya sekarang!” kata Darmi dengan kasar.
Terpaksa sang ibu memberikan uang yang diminta anaknya itu. Dia memang sangat sayang pada anak semata wayangnya itu.
Begitulah, hari demi hari sang ibu semakin tua dan menderita. Sementara Darmi yang dikaruniai wajah yang cantik semakin boros. Kerjaannya hanya menghabiskan uang untuk membeli baju-baju bagus, alat-alat kosmetik yang mahal dan pergi ke pesta-pesta untuk memamerkan kecantikannya.
Suatu hari Darmi meminta ibunya untuk membelikannya bedak di pasar. Tapi ibunya tidak tahu bedak apa yang dimaksud.
“Sebaiknya kau ikut saja ibu ke pasar, jadi kau bisa memilih sendiri,” kata ibunya.
“Ih, aku malu berjalan bersama ibu. Apa kata orang nanti. Darmi yang jelita berjalan dengan seorang nenek yang kumuh,” katanya sambil mencibir.
“Ya sudah kalau kau malu berjalan bersamaku. Ibu akan berjalan di belakangmu,” ujar ibunya dengan sedih.
“Baiklah, ibu janji ya! Selama perjalanan ibu tidak boleh berjalan di sampingku dan tidak boleh berbicara padaku!” katanya.
Ibunya hanya memandang anaknya dengan sedih lalu mengiyakan.
“Sebaiknya kau ikut saja ibu ke pasar, jadi kau bisa memilih sendiri,” kata ibunya.
“Ih, aku malu berjalan bersama ibu. Apa kata orang nanti. Darmi yang jelita berjalan dengan seorang nenek yang kumuh,” katanya sambil mencibir.
“Ya sudah kalau kau malu berjalan bersamaku. Ibu akan berjalan di belakangmu,” ujar ibunya dengan sedih.
“Baiklah, ibu janji ya! Selama perjalanan ibu tidak boleh berjalan di sampingku dan tidak boleh berbicara padaku!” katanya.
Ibunya hanya memandang anaknya dengan sedih lalu mengiyakan.
Akhirnya mereka pun berjalan beriringan. Sangat ganjil kelihatannya. Darmi terlihat sangat cantik dengan baju merah mudanya yang terlihat mahal dan dibelakangnya ibunya yang sudah bungkuk memakai baju lusuh yang penuh tambalan. Di tengah jalan Darmi bertemu dengan teman-temannya dari desa tetangga yang menyapanya.
“Hai Darmi, mau pergi kemana kau?” sapa mereka.
“Aku mau ke pasar,” jawab Darmi.
“Oh, siapa nenek yang di belakangmu itu? Ibumu?” tanya mereka.
“Oh bukan! Bukan!. Mana mungkin ibuku sejelek itu. Dia itu cuma pembantuku,” sahut Darmi cepat-cepat.
Betapa hancur hati ibunya mendengar anak kesayangannya tidak mau mengakuinya sebagai ibunya sendiri. Namun ditahannya rasa dukanya di dalam hati.
“Hai Darmi, mau pergi kemana kau?” sapa mereka.
“Aku mau ke pasar,” jawab Darmi.
“Oh, siapa nenek yang di belakangmu itu? Ibumu?” tanya mereka.
“Oh bukan! Bukan!. Mana mungkin ibuku sejelek itu. Dia itu cuma pembantuku,” sahut Darmi cepat-cepat.
Betapa hancur hati ibunya mendengar anak kesayangannya tidak mau mengakuinya sebagai ibunya sendiri. Namun ditahannya rasa dukanya di dalam hati.
Kejadian itu berulang terus menerus sepanjang perjalanan mereka. Semakin lama hati si ibu semakin hancur. Akhirnya dia tidak tahan lagi menahan kesedihannya. Sambil bercucuran air mata dia menegur anaknya.
“Wahai anakku sebegitu malunyakah kau mengakui aku sebagai ibumu? Aku yang melahirkanmu ke dunia ini. Apakah ini balasanmu pada ibumu yang menyayangimu?”
Darmi menoleh dan berkata, “Hah aku tidak minta dilahirkan oleh ibu yang miskin sepertimu. Aku tidak pantas menjadi anak ibu. Lihatlah wajah ibu! Jelek, keriput dan lusuh! Ibu lebih pantas jadi pembantuku daripada jadi ibuku!”
Usai mengucapkan kata-kata kasar tersebut Darmi dengan angkuh kembali meneruskan langkahnya.
“Wahai anakku sebegitu malunyakah kau mengakui aku sebagai ibumu? Aku yang melahirkanmu ke dunia ini. Apakah ini balasanmu pada ibumu yang menyayangimu?”
Darmi menoleh dan berkata, “Hah aku tidak minta dilahirkan oleh ibu yang miskin sepertimu. Aku tidak pantas menjadi anak ibu. Lihatlah wajah ibu! Jelek, keriput dan lusuh! Ibu lebih pantas jadi pembantuku daripada jadi ibuku!”
Usai mengucapkan kata-kata kasar tersebut Darmi dengan angkuh kembali meneruskan langkahnya.
Ibunya Darmi sambil bercucuran air mata mengadukan dukanya kepada Tuhan. Wajahnya menengadah ke langit dan dari mulutnya keluarlah kutukan, “Oh Tuhanku! Hamba tidak sanggup lagi menahan rasa sedih di hatiku. Tolong hukumlah anak hamba yang durhaka. Berilah dia hukuman yang setimpal!”
Tiba-tiba langit berubah mendung dan kilat menyambar-nyambar diiringi guntur yang menggelegar. Darmi ketakutan dan hendak berlari ke arah ibunya. Namun dia merasa kakinya begitu berat. Ketika dia memandang ke bawah dilihatnya kakinya telah menjadi batu, lalu kini betisnya, pahanya dan terus naik ke atas. Darmi ketakutan, dia berteriak meminta pertolongan pada ibunya. Tapi ibunya hanya memandangnya dengan berderai air mata.
“Ibu, tolong Darmi bu! Maafkan Darmi. Aku menyesal telah melukai hati ibu. Maafkan aku bu! Tolong aku…” teriaknya. Ibu Darmi tidak tega melihat anaknya menjadi batu, tapi tidak ada yang bisa dilakukannya. Nasi sudah menjadi bubur. Kutukan yang terucap tidak bisa ditarik kembali. Akhirnya dia hanya bisa memeluk anaknya yang masih memohon ampun dan menangis hingga akhirnya suaranya hilang dan seluruh tubuhnya menjadi batu.
(SELESAI)
3.Cerita rakyat Toraja
LANDORUNDUN
Landorundun adalah seorang gadis cantik, molek, dan panjang rambutnya.
Ayahnya bernama Solokang dari Rongkong dan ibunya bernama Lambe' Susu Sesean.
Pada suatu hari, Landorundun pergi mandi ke sungai. Sehabis mandi ia lalu
bersisir dan rambutnya tercabut sehelai. Rambut itu lalu digulungnya pada
sebuah sisir yang terbuat dari emas. Gulungan rambut ini diletakkan di atas
batu. Tiba-tiba angin puting beliung datang meniupnya dan jatuh ke air lalu
hanyut ke muara sungai dan sampai ke tengah laut. Ketika benda itu berada di
tengah laut kelihatan berkilau-kilauan karena terkena cahaya matahari. Benda
itu dilihat oleh Bendurana, lalu ia menyuruh anak buahnya pergi mengambilnya.
Orang yang disuruh mengambil benda itu tidak ada satu pun yang berhasil karena selalu
kembali dalam keadaan cacat. Orang pertama pergi mengambilnya dan kembali dalam
keadaan lumpuh. Orang kedua hilang kakinya sebelah. Orang ketiga kembali dalam
keadaan bungkuk. Orang yang keempat hilang telinganya dan yang terakhir kembali
dalam keadaan buta. Ketika Bendurana menyaksikan kejadian ini, ia sendiri yang
langsung pergi mengambil benda itu di tengah laut, dan ia berhasil
mengambilnya. Kaki dan kukunya pun tak basah kena air. Benda itu ternyata sisir
emas yang dibebat dengan rambut yang sangat panjang. Bendurana sangat heran
melihat kejadian itu dan berkatalah dalamm hatinya. "Darimana gerangan
asalnya rambut ini." Ia memikirkan kejadian ini sambil menengadah ke
langit. Tiba-tiba datanglah serombongan burung terbang di udara dan seekor di
antaranya berkata:
Saya melihat dengan pasti
Di sana ada hulu sungai
Sumber asalnya air
Gumpalan timbunan busa air
Setelah
burung layang-layang berkata demikian, kawanan burung itu terbang terus
mengikuti aliran sungai mulai dari muara sampai Tana Toraja dan tiba di daerah
Malangngo', kecamatan Rantepao. Kemana arah burung layang-layang itu terbang,
selalu diikuti pula oleh Bendurana. Ketika tiba di daerah Malangngo' Bendurana
belok ke persimpangan (pertemuan sungai) arah ke sungai Bulo (kecamatan
Rantepao) karena tersesat, burung mengetahui kejadian itu lalu berkata:
Sesat, sudah sesatlah perahuku
Salah jalan salah arahlah dia
Mundur, mundurlah kembali
Benarkanlah arah dan
tujuannya
Di sana di hulu sungai
Asal mulanya busa air
Di atas di sumur batu
Bendurana
mendengar seruan burung layang-layang di udara itu, lalu ia mengubah arah
perahunya menuju utara yaitu Minanga (Kecamatan Tikala) lalu membuang sauh di
dekat batu yang bernama Batu Sangkinan Lembang artinya batu tempat menambat
perahu. Batu ini sampai sekarang tetap terkenal dan bersejarah.
Bendurana
turun dari perahunya dan menanam pohon mangga. Pohon mangga ini rupanya agak
lain sebab cepat tumbuh dan cepat pula berbuah (dan sampai sekarang pohon ini
masih ada). Ketika selesai menanam pohon mangga, Bendurana meneruskan
perjalanannya ke utara dan sampai di tempat yang bernama bubun batu di desa
Pangala' (Kecamatan Rindingngallo). Di tempat itu Bendurana langsung bertemu
dengan Landorundun. Landorundun bertanya dalam bentuk londe (pantun), katanya:
Apa tujuan apa maksudmu
Apa yang engkau cari hingga ke sini
Berjalan jauh tak memperhitungkan lelah
Adakah engkau memberi piutang
Dan engkau datang menagihnya
Di negeri yang terpencil ini
Bendurana
menjawab Landorundun dalam bentuk pantun juga:
Saya tidak berpiutang
Menagih utang yang lama pun
tidak
Aku datang hanya melihat
sesuatu
Penggulung rambut dari emas
Di negeri yang punya arti
bagiku
Aku akan mendampingi engkau
Landorundun segera menjawab Bendurana:
Tiada artinya engkau mendekat
Ibu belum sempat mengizinkan
Bersama seluruh keluarga
Berpisah pergi ke Bone
Setelah
mendengar jawaban Landorundun tersebut, Bendurana kecewa lalu pergi menanam
pohon mangga dekat tempat Landorundun turun ke sungai mencuci rambutnya. Pohon
mangga itu rupanya lain dari pohon mangga biasa, sebab cepat sekali tumbuh dan
berbuah. Ketika buah mangga itu sudah mulai masak, pergilah Bendurana ke puncak
gunung, bersembunyi, dan mengintip dari atas. Secara kebetulan pada waktu itu
Landorundun turun ke sungai dan mencuci rambutnya. Pada saat itu, ia melihat
mangga yang sudah masak tidak jauh dari tempat itu. Landorundun pergi menjolok
sebuah, kemudian memakannya sambil berjemur diri dan bersisir. Bendurana
melihat peristiwa yang telah lama dinanti-nantikan dari puncak gunung. Ia
segera turun dari puncak gunung lalu pura-pura menghitung buah mangga itu.
Setelah itu, ia menyindir Landorundun, katanya: "Siapakah mengambil buah
kesayanganku, menjolok, dan memakan mangga manisku."
Landorandun merasa tersinggung mendengar
sindiran Bendurana, lalu ia berkata:
Siapa yang mengambil buahmu
Siapa yang memakan manggamu
Beri tahu si anak gembala
Bersama anak penjaga kerbau
Dialah yang menjaga manggamu
Memakan buah kesayanganmu
Bersama semua tanam-tanamanmu.
Setelah Bendurana
mendengar jawaban Landorundun, maka ia memanggil semua anak gembala yang ada di
sekitar tempat itu, dan menanya satu per satu. Anak-anak gembala itu menjawab,
"Kami tidak pernah mengambil apalagi memakan mangga Bendurana." Ada
seorang di antara mereka berkata:
Landorundun mengambilnya
Memakan buah mangga itu
Bersama tanam-tanaman
Mendengar kata-kata anak
gembala itu, Landorundun lalu mengaku dan berkata, "Akulah sebenarnya yang
mengambil buah manggamu dan terserah kepadamu, hukuman apa yang harus
kujalani." Pada saat itu Bendurana memutuskan untuk menikah dengan
Landorundun, dan keputusan itu diterima oleh Landorundun.
Ketika Bendurana bersiap
untuk berangkat membawa Landorandun, ia mencari akal supaya mertuanya (Lambe'
Susu) tidak ikut berangkat bersama mereka. la menyuruh mertuanya pergi
mengambil air di tebing gunung dan memberikan perian yang sudah dilubangi
pantatnya untuk tempat air itu. Karena pantat perian itu bocor, air yang
dimasukkan tidak kunjung penuh. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Bendurana
membawa Landorundun turun ke perahu lalu berangkat. Ketika Lambe'Susu merasa
bahwa perahu Bendurana sudah berangkat, ia pergi ke suatu tempat yang bernama
Mata Bongi, untuk meiihat keberangkatan anaknya. Akan tetapi dari tempat itu
Lambe' Susu tidak dapat melihatnya karena suasana gelap menutupi daerah
sekelilingnya. Tempat Lambe' Susu memandang keberangkatan anaknya itu, sampai
saat ini masih ada bekasnya, berupa tempat duduk dari batu.
Bendurana dan Landorundun
meneruskan perjalanannya menuju Bone. Ketika mereka sudah tiba di Bone,
dilangsungkanlah upacara pernikahan dengan menampilkan semua jenis pesta adat.
Selama pesta berlangsung, Landorundun tidak pernah tertawa bahkan tersenyum pun
tidak. Pada suatu ketika orang sengaja membawa burung gagak yang sudah dipotong
kakinya sebelah ke halaman rumah. Burung gagak itu melompat terpincang-pincang
dan kelihatan lucu. Pada saat itulah Landorandun tertawa terpingkal-pingkal
menyaksikan burung gagak itu. Mulai saat itu hiduplah Bendurana bersama Landorundun
dalam suasana bahagia, rukun, dan damai.
Langganan:
Postingan (Atom)